Bliss [Chapter 1] – HaeNa Fanfic

YHBLISSCOVER2

Title : Bliss
Scriptwriter : Cavenmoon
Main Cast : Im Yoon Ah as Calistha Swift, Lee Dong Hae as Aiden Lautner
Genre : Romance, AU, Fluff [?] – fine, if wrong just correction by yourself.
Rating : General
Length : Chapter, Drabble
Disclaimer : Many source, emm … like – Katheryn Littlewood’s Bliss #1 ?
A/N : Just happy reading ! After story, I will write many Author’s Note for readers. Thankseu ~

.:.:.:.:.:.

Cavenmoon Present © 2013 – All Right Reserved

Calistha mengayuh sepeda tua miliknya yang beberapa bagiannya hampir karatan. Dan, semakin lama, kayuhan sepeda itu terdengar samar-samar. Tepat sekali – rantainya los.

Calistha mengeluh. Mencoba membenahi poni rambut hitamnya yang menghalangi pandangannya pada saat menunduk untuk membetulkan rantai sepeda miliknya – mungkin lebih tepat dari neneknya yang sudah benar-benar karatan itu.

“Kapan mom akan membelikanku sepeda yang baru ?”

Jemari-jemari lentiknya yang putih membilah-bilah rantai sepeda itu. “Sayang sekali, mom. Margarin dan stroberi untuk shortcake milikmu mungkin akan terlambat” ujarnya. Setelah rantai itu benar-benar sudah beres, ia mengayuh sepedanya lagi dengan agak pelan karena takut jika los lagi – walaupun ia tahu sang ibu menunggu di rumah dengan gundah.

.:.:.:.:.:.

Calistha mengulurkan tangannya mencoba mengambil uang kembalian dari sang pramuniaga. “Terima kasih, Ma’am” ujarnya membungkuk dan pergi. Sang pramuniaga mengernyitkan kening, bukankah sudah tugasnya melayani pelanggan ?

Di sepanjang jalan penuh dengan bangunan-bangunan bergaya Eropa yang benar-benar hmm – Antik dan menampakkan ciri khas Eropa. Ia mengingat ibunya yang meninggalkan pesan untuknya.

Cal, kau boleh membeli kue di toko roti keluarga Lautner jika masih sisa dan uangnya mencukupi’

Ia menghela napas. Haruskah ia menyerahkan koin-koinan dollar hanya untuk membeli sepotong pizza yang ia akui rasanya memuakkan ? Tidak, mungkin rasanya enak jika tidak ada beberapa jamur menjijikkan baginya di potongan pizza keluarga Lautner ?

Calistha tetap bersikukuh mengayuh sepedanya tanpa berhenti untuk membeli pizza atau sekedar mampir pada toko roti keluarga Lautner. Ia harus berkata jujur, tidak ada rasanya yang senikmat pizza. Sayang, setiap pizza pada toko tersebut diberi jamur yang membuatnya muak.

Namun, ia berusaha mencairkan perasaannya saat membayangkan dirinya akan menyerahkan koin-koinan dollar pada tangan milik Aiden Lautner yang digemari di kalangan gadis-gadis Cambridge. Ia memutar-balikkan sepedanya menuju Lautner Bakery.

Tepat saat itu, Aiden sedang di depan toko mau membalikkan papan toko menjadi “CLOSED”. Tangan Aiden terhenti begitu melihat Calistha memarkirkan sepedanya dengan napas tersengal-sengal.

“Oh, wo-ow ! Miss ! Tinggal tujuh detik lagi aku mau membalikkan papan ini ! Ah, silahkan masuk ! Kau pelanggan terakhir hari Sabtu ini!” kata Aiden dengan senyuman lebar. “Terima kasih” Calistha menarik bibirnya menjadi lengkungan manis untuk membalas Aiden.

Dengan segera, Calistha mengambil sepotong pizza dan cheesecake untuk sang adik, Berlin Swift, yang benar-benar menyukai kue dengan keju itu.

“Ini saja ?”

Calistha mengangguk, menandakan ia menjawab sepatah kata “Iya” pada Aiden. Jemari Aiden menari dengan cepat di tuts mesin kasir tersebut. “Ini kembaliannya” ujar Aiden menarik bibirnya lagi menjadi senyuman. “Ya, terima kasih. Sekali lagi, Aiden” Calistha membungkuk. “Ah, seharusnya aku yang berterima kasih” ujar Aiden.

“Kupikir, toko roti ini tutup lebih awal, ada apa ?” tanya Calistha mengernyitkan keningnya. “Hari ini, kami akan menjenguk grandma di London. Jadi harus bersiap-siap” jawab Aiden. “Oh begitu, Baiklah, aku permisi” Calistha meninggalkan Aiden yang melambaikan tangan padanya. ‘Gadis yang menarik’ pikirnya.

.:.:.:.:.:.

“Ini, mom

Plastik hijau dengan gambar buah-buahan di depannya membuat toko buah keluarga Malt terkenal dengan ciri khas-nya. Calistha menyerahkan plastik itu pada ibunya.

“Lama sekali” keluh ibunya. “Aku hampir tertidur karenamu” lanjutnya. “Ada perkara apa ? Apa dompetmu jatuh sehingga kau harus mengambilnya ? Atau ada tindakan kriminalitas sehingga kau harus pergi ke pos polisi ? Atau mungkin kau dicegat perampok dijalan ? Atau –”

“Tidak, mom. Biar kujelaskan. Rantai sepedaku los saat perjalanan ke toko buah Malt. Lalu, aku harus pergi ke toko roti Lautner membeli cheesecake kesukaan Berlin dan pizza favoritku”

Uhuk ! Mrs. Swift terbatuk ketika mendengar penjelasan putri sulungnya. “Uhm – maaf ? Pizza favoritmu ? Dengan jamur yang kau katakan beracun dan menjijikkan ?” tanya Mrs. Swift mengernyitkan dahi. Calistha mengangguk. “Mungkin aku bisa memindahkan jamur-jamur itu ke dalam bubur milik Flynn, adik bungsuku. Kudengar ia suka dan ingin makan bubur jamur”

“Tidak, Cal ! Sekalipun adikmu itu cinta mati dan ingin makan bubur jamur, jangan kau berikan padanya ! Cal, kau itu sudah dewasa, setidaknya kau harus mengerti mengapa-jamur-dari-pizza-milikmu-tidak-boleh-diberikan-pada-bubur-adik ?” sanggah Mrs. Swift. “Karena dari pizza. Tentu saja akan memberikan efek rasa yang benar-benar aneh. Aku hanya bercanda, mom” Calistha tersenyum.

“Baiklah, kembali ke pembicaraan kita tadi. Kenapa kau bisa terlalu lama hanya karena dua hal sepele seperti itu ?”

“Aiden Lautner mengajakku berbincang sebentar, jadi – yah, harus kuladeni. Untuk menghormatinya” balas Calistha memutar bola matanya. “Okay, kurasa penjelasanmu sudah cukup memuaskan. Sekarang, mandilah dan pergi ke bukit bunga dengan Berlin dan Horan untuk bermain” pinta Mrs. Swift. “Huh, okay …” Calistha menyambar handuk soft blue miliknya dan menutup pintu kamar mandi.

.:.:.:.:.:.

“Ayo, cepat” ujar Calistha pada dua adiknya, Berlin dan Horan. “Sebentar, sis. Tidakkah kau melihat aku sedang memakai sepatuku ?” tanya Berlin kesal. “Kau terlalu lama, honey” jawab Calistha. “Yah, terima kasih atas komentarmu yang sebenarnya tak kubutuhkan, sis

Calistha tidak menanggapi ucapan sang adik. Ia melirik Horan memasang sepatu roller-skate miliknya. “Horan, kau tidak takut tergelincir ?” tanya Calistha pada Horan dengan nada sedikit mengejek. “Kau pikir aku anak kecil ? Aku lebih tua darimu, Cal ! Kau selalu saja menganggapmu lebih dewasa” jawab Horan menjulurkan lidahnya.

“Ya ya ya. Lekas, adik-adik” kata Calistha membuat Horan mengumpat.

.:.:.:.:.:.

Calistha menghabiskan waktunya di bukit bunga hanya untuk sekedar mencabuti rumput-rumput liar dengan posisi duduk. Menyaksikan Horan dan Berlin bermain saja sudah membuatnya senang. Walaupun ia tahu Horan, sang saudara lelaki yang hanya beda lima bulan dengannya itu begitu menyebalkan.

Ia berdiri dan menyusuri ilalang tinggi. Ia menghentikan langkahnya ketika melihat bunga liar berwarna biru dan kuning tumbuh bersamaan. “Indahnya …” gumamnya. Ia membungkukkan badannya mencoba  meraih dua bunga itu. Sekalipun bunga liar, benar-benar indah !

Tepat saat ia menyentuh yang biru, ada tangan lain yang menyentuh bunga kuning. Calistha mendongakkan kepalanya untuk melihat sang pemilik tangan tersebut. “Aiden ?” pekiknya tanpa sadar. Ia langsung saja membekap mulutnya.

“Ah, kau yang tadi” Aiden tersenyum dengan senyuman khas. “Yah ..”

“Kau juga berpikir bunga liar itu indah ya ?”

Calistha mengangguk. “Aku suka yang biru” ujarnya. “Kalau aku, tentu yang kuning” sahut Aiden.

“Kudengar tadi, kau mau pergi ?” tanya Calistha. “Benar. Aku kesini untuk bermain-main saja, bagaimana denganmu ?” Aiden memutar kepalanya ke samping untuk melihat wajah Calistha. “Eh ?”

“Aku ?”

“Tentu saja. Siapa lagi ?” Aiden tergelak. “Hmm … entahlah. Aku diminta mom menjaga adik perempuanku, Berlin” jawab Calistha bertopang dagu.

Teriakan nyaring dari pita suara milik Horan berhasil membuat perbincangan Calistha dan Aiden terhenti. “Caaaaal ~~ Ayo kita pulang !”

“Ah, maaf. Aku harus segera pergi” Calistha berdiri lalu mengusap-usap pakaiannya. “Yah, tak apa, Aku juga harus bergegas lima menit lagi” kata Aiden tersenyum hangat. “Oke. Terima kasih atas pertanyaanmu” Calistha beranjak sebelum Aiden sempat menanyakan sesuatu.

Calistha menuju Horan yang meluncur dengan roller-skate kesayangannya. “Tadi itu, Aiden ya ?” tanya Horan. “Yap.”

“Kulihat, kalian begitu asyik berbincang. Tumben sekali” komentar Horan. “Tumben ?” Calistha mengernyitkan kening. “Ada apa ?” tanyanya. “Walaupun cukup popular di kalangan gadis, ia terkenal dingin. Jarang-jarang suka bicara pada gadis” jawab Horan mengangkat satu alis hitamnya. “Oh.”

Apa itu pertanda ?’ batin Calistha menunduk. “Hey, Cal ! Lekas kita menjemput gadis bodoh yang sedang bermain dengan kupu-kupu itu !” kata Horan. “Jangan menyebut Berlin bodoh !” ujar Calistha. Horan terkikik. “Lekas …” ujar Horan menggandeng tangan Calistha. “Hey ! Jangan terlalu keras !” seru Calistha. “Baiklah, nona” sahut Horan. “Kau menyebalkan !” gerutu Calistha.

Aiden Side

Siapa itu ? Apa .. – kekasihnya ?’

To Be Continued

A/N : Inspirasi fanfic tersebut adalah Bliss #1 (The Bliss Bakery Trilogy) – Katheryn Littlewood . Maaf, bahasanya agak aneh [?] gegara genre FLUFF. Okay, ini FF genre Fluff pertama yang saya buat -_-. Maka, hancur ._.

Maaf atas typo yang tersebar di fanfic ini -_-

Dan terima kasih mau membaca fanfic abal khas saya ^^

Sekian, Thank You ! Lots of l♥ve from Cavenmoon ๑◕ܫ◕๑

9 thoughts on “Bliss [Chapter 1] – HaeNa Fanfic

  1. ceritanya berlatar belakang Eropa kerenn,,
    Aiden nyangka Horan itu pacarnya Callistha yah,, di tgg kelanjutannya thor, GPL 🙂
    Gomawo ^^

  2. kekeke keknya ada yang lg jtuh cinta nih
    #lirik aiden oppa
    calistha itu 4 bersaudara y??
    pendek tapi kenya seru..next d tnggu #banget ><

Leave a reply to regina Cancel reply